NASIONAL

BKKBN: Tingkat Stres Jadi Salah Satu Penyebab Wajah Masyarakat Indonesia Susah Glowing

Hasanah.id – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan bahwa tingginya tingkat stres akibat tekanan hidup sehari-hari menjadi salah satu penyebab wajah masyarakat Indonesia tampak kurang segar atau kusam.

Sekretaris Utama BKKBN, Budi Setiyono, menyebut bahwa faktor psikologis memiliki dampak besar terhadap penampilan fisik seseorang. Ia menilai, stres yang berkepanjangan dapat memicu peningkatan hormon kortisol dalam tubuh, yang berdampak negatif terhadap kondisi kulit.

“Bukan semata karena genetik atau perawatan kulit. Di negara-negara maju, warga umumnya terlihat lebih bersinar karena hidup mereka relatif lebih tenang, tanpa kekhawatiran besar terkait kebutuhan dasar,” ujar Budi, Jumat (25/7/2025).

Menurut Budi, warga di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih dihadapkan pada tantangan ekonomi, ketidakpastian masa depan, hingga masalah pemenuhan kebutuhan pokok. Situasi ini memicu produksi hormon stres secara terus-menerus, yang pada akhirnya memengaruhi penampilan wajah.

“Wajah yang tampak lelah, tidak segar, dan kurang bercahaya itu adalah cerminan tingginya kadar kortisol dalam tubuh,” jelasnya.

Sebagai perbandingan, Budi menyinggung perbedaan wajah masyarakat Korea Selatan dan Korea Utara. Ia mengatakan bahwa meskipun kedua negara berasal dari etnis dan budaya yang sama, kondisi sosial dan ekonomi yang kontras menghasilkan perbedaan tampilan fisik warganya.

“Bukan karena operasi plastik saja. Tapi di Korea Selatan, kebutuhan dasar sudah lebih terjamin secara hukum. Di Korea Utara belum,” ungkapnya.

Contoh serupa juga terjadi di masa lalu antara Jerman Barat dan Jerman Timur.

Lebih lanjut, Budi menegaskan bahwa solusi untuk meningkatkan penampilan fisik warga Indonesia tidak cukup hanya dengan penggunaan produk kecantikan. Ia menekankan pentingnya memperbaiki sistem kesejahteraan masyarakat, mulai dari jaminan penghasilan, akses pendidikan, hingga perlindungan sosial di usia lanjut.

“Bukan soal menikah dengan orang Eropa untuk punya keturunan yang glowing. Yang utama adalah menjamin kehidupan yang layak, dengan sistem perlindungan yang menyeluruh,” tegasnya.

Budi juga mengingatkan bahwa Indonesia tengah menghadapi tantangan demografi, di mana pada 2045 diprediksi 30 persen penduduk akan berusia lanjut. Untuk itu, 70 persen populasi usia produktif harus benar-benar diberdayakan agar mampu menopang beban kelompok non-produktif.

Back to top button