“Selama penguburan saya tetap ditunggu. Dulu belum KPU, [masih] LPU, diminta untuk tetap coblos di Blitar. Tetapi tidak mungkin karena harus mengantar ke makam,” kata Megawati.
Pada pemilu 1997 tersebut, sambung Megawati, ia mendapatkan kabar bahwa warga PDI pun melakukan ‘drama perlawanan’ tak mau menggunakan hak pilih.
“Jadi di tempat kami, PDI di tempat-tempat coblos itu turun drastis. Malah di satu tempat hanya dua suaranya. Bukan sedih, warga PDI bersorak-sorai,” ujarnya.
Kemudian pada pemilu selanjutnya yang dilakukan setelah reformasi pecah, 1999, PDI diputuskan boleh mengikuti pemilu. Namun, ujar Mega, saat itu dirinya diberitahu boleh ikut pemilu asal partai yang berdiri pada 10 Januari 1973 tersebut diubah namanya.
“Karena waktu itu sering menyebut ‘perjuangan’ ‘perjuangan’, itulah mengapa jadi PDI Perjuangan. Lalu 1 Januari ’99, pada kongres kelima itu. Itulah salah satu perjuangan luar biasa PDI ke PDI Perjuangan,” katanya.
Saat terbentuk pada 1973 silam, PDI adalah hasil penggabungan beberapa partai yakni Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Partai Katolik.