Perdagangan antara kedua negara berjumlah $ 7,8 miliar pada tahun 2019, jauh lebih rendah dari perdagangan bilateral dengan mitra dagang utama Indonesia, Cina, yang mencapai $ 73 miliar pada tahun yang sama.
“Kami berharap bahwa kita dapat mencapai surplus ekspor di masa depan, tetapi tidak tahun ini, karena efek perjanjian kemungkinan akan lambat, karena pandemi,” katanya. “Namun, kami optimis bahwa kami dapat melihat perubahan signifikan pada 2021.”
Menteri menyatakan bahwa kedua negara juga telah setuju untuk meningkatkan jumlah visa liburan kerja menjadi 4.100 dari awalnya 1.000. Dia menyatakan harapannya, pada tahun keenam IA-CEPA, kuota untuk jenis visa ini akan mencapai 5.000.
Selain itu, Indonesia dan Australia juga telah memutuskan untuk memprioritaskan kemitraan industri dalam pertanian pangan dan kendaraan listrik serta pendidikan dan pelatihan teknis dan kejuruan (TVET) dalam tahun pertama IA-CEPA, menurut menteri perdagangan.
Sebelumnya, sekretaris jenderal Asosiasi Produsen Otomotif Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan industri otomotif Indonesia mungkin tidak segera mendapatkan keuntungan dari kesepakatan perdagangan karena itu memprioritaskan perdagangan kendaraan listrik (EV), yang belum diproduksi Indonesia. Pemerintahan Jokowi telah menetapkan target untuk mulai memproduksi EV pada 2021 atau 2022.