Pratama juga menyinggung bahwa meskipun Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi telah disahkan pada Oktober 2022, pelaksanaannya masih sangat lambat.
“Ada kesalahpahaman terkait kapan UU ini efektif berlaku. Banyak yang mengira baru bisa diterapkan dua tahun setelah disahkan, padahal ancaman denda dan pidana sudah bisa dilakukan sejak sekarang,” jelasnya.
Menurut Pratama, selama dua tahun terakhir ini sudah banyak terjadi kebocoran data di Indonesia, namun belum ada satu pun yang diproses secara hukum karena lembaga yang seharusnya menegakkan UU ini belum terbentuk.
Lebih lanjut, Pratama menyatakan bahwa jika lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan keamanan data masih berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), independensinya akan dipertanyakan.
“Bagaimana lembaga ini bisa berani bertindak jika berada di bawah Kominfo? Tentu saja tidak akan berani,” ujarnya.
Ia juga mengkritik penanganan kasus peretasan di berbagai instansi pemerintah yang dianggap lamban dan kurang responsif.