Berdasarkan penjelasan Kejaksaan Agung RI, dugaan korupsi dalam pengelolaan minyak mentah oleh PT Pertamina Patra Niaga berlangsung dari tahun 2018 hingga 2023. Sementara itu, pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada periode 2020 hingga 2022. Yudi menegaskan bahwa tindakan ini masuk dalam kategori korupsi di tengah bencana alam, yang memungkinkan hukuman mati bagi para pelakunya.
Baca Juga: Gaji Direksi Pertamina Patra Niaga di Tengah Skandal Korupsi dan Pengoplosan Pertamax
“Karena perbuatan dan peristiwa korupsi pengelolaan minyak mentah terjadi dalam periode yang beririsan dengan pandemi Covid-19, di mana mereka masih beroperasi dan memanipulasi bahan bakar, maka para pelaku layak dituntut hukuman mati sesuai UU Tipikor. Apalagi, rakyat menjadi korban langsung akibat praktik ilegal ini,” ujar Yudi pada Jumat (28/2/2025).
Dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, disebutkan bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan dalam kondisi tertentu yang memperberat tindak pidana korupsi. Yudi menjelaskan bahwa keadaan tertentu ini mencakup situasi di mana dampak korupsi dirasakan luas oleh masyarakat, termasuk dalam kondisi bencana.
Daftar Tersangka Dugaan Korupsi BBM di PT Pertamina Patra Niaga
Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan orang tersangka:
- Riva Siahaan – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
- Sani Dinar Saifuddin – Direktur Optimasi Feedstock dan Produk
- Yoki Firnandi – Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping
- Agus Purwono – Vice President Feedstock Manajemen Kilang Pertamina Internasional
- Muhammad Kerry Andrianto Riza – Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
- Dimas Werhaspati – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim
- Gading Ramadhan Joedo – Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
- Maya Kusmaya – Direktur Pemasaran Pusat Pertamina Patra Niaga
- Edward Corne – VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga