HASANAH.ID – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, dinyatakan melanggar etik akademik berdasarkan hasil sidang etik yang digelar pada Januari 2025. Sidang tersebut menemukan sejumlah pelanggaran dalam penyusunan dan proses kelulusan disertasi Bahlil, sehingga Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) merekomendasikan pembatalannya.
Hasil rapat pleno Dewan Guru Besar UI, sebagaimana tertuang dalam dokumen yang diperoleh, menyatakan bahwa rekomendasi ini bersifat tidak mengikat. Keputusan akhir mengenai pembatalan disertasi Bahlil tetap berada di tangan Rektor UI.
Dalam pernyataan resminya, Dewan Guru Besar UI menegaskan komitmennya terhadap prinsip etik akademik.
“Dewan Guru Besar UI tetap berpegang teguh pada prinsip etik dan akan terus mengawal keputusan ini,” tertulis dalam surat tertanggal 10 Januari 2025.
Meski demikian, mereka tetap menghormati keputusan rektor jika rekomendasi ini tidak diikuti.
Empat Pelanggaran Akademik dalam Disertasi Bahlil Lahadalia
Sidang etik yang dipimpin oleh Harkristuti Harkrisnowo mengungkapkan empat pelanggaran utama yang menjadi dasar rekomendasi pembatalan disertasi tersebut:
- Ketidakjujuran dalam Pengambilan Data
Data penelitian dalam disertasi Bahlil didapatkan tanpa izin dari narasumber, serta penggunaannya dinilai tidak transparan. - Pelanggaran Standar Akademik
Bahlil dinyatakan lulus dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan standar akademik yang berlaku. - Perlakuan Khusus dalam Proses Akademik
Sidang yang dihadiri oleh 32 guru besar mengungkap adanya perlakuan istimewa dalam pembimbingan, perubahan mendadak penguji, hingga proses kelulusan. - Konflik Kepentingan
Promotor dan co-promotor memiliki keterkaitan profesional dengan kebijakan yang dijalankan Bahlil dalam kapasitasnya sebagai pejabat negara.
Bahlil Lahadalia memperoleh gelar doktor dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI pada 16 Oktober 2024 dengan predikat cum laude. Disertasinya berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.” Ia menyelesaikan studi doktoralnya dalam waktu 1 tahun 8 bulan, jauh lebih cepat dibandingkan standar waktu yang ditetapkan dalam Peraturan Rektor UI tentang Penyelenggaraan Program Doktor.