
Mamasinta juga mengungkapkan bahwa masyarakat adat Malind tidak pernah diajak berdiskusi oleh pemerintah, perusahaan swasta, atau bahkan militer terkait proyek PSN ini. Menurutnya, pemerintah telah menandatangani surat pelepasan tanah adat pada 2011-2010 tanpa sepengetahuan masyarakat adat, dan hal ini baru diketahui pada Agustus 2024.
“Kami merasa dibohongi oleh pemerintah. Surat tersebut disebarkan di media online resmi, tapi kami tidak pernah diberitahu sebelumnya,” ucapnya dengan nada kecewa. Ia menambahkan, Forum Masyarakat Adat juga telah mengundang tujuh suku besar di Papua untuk membahas masalah ini, dan mereka pun merasakan hal yang sama: tidak ada keterbukaan dari pihak pemerintah.
Mamasinta juga menyebutkan bahwa masyarakat telah melakukan ritual adat “sasi” sebagai bentuk protes terhadap proyek tersebut. “Masyarakat menolak cara-cara yang dilakukan pihak perusahaan dan pemerintah. Kami bahkan menghiasi wajah kami dengan tanda-tanda adat sebagai simbol duka karena hutan kami digusur dan tanah kami diambil,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa masyarakat adat di beberapa kampung seperti Wanam telah melakukan upaya untuk menghentikan proyek cetak sawah yang telah mencapai jarak 100 kilometer.