Selain itu, Supratman menyoroti bahwa denda damai merupakan salah satu opsi penyelesaian perkara di luar pengadilan yang berada di bawah kewenangan Jaksa Agung, bukan pengampunan langsung dari Presiden RI. Namun, ia memastikan mekanisme ini tidak akan digunakan secara serampangan.
“Memang sistem hukum kita memungkinkan adanya pengampunan melalui berbagai jalur, termasuk denda damai. Tapi, bukan berarti itu akan diterapkan untuk sekadar membebaskan pelaku tindak pidana, terutama koruptor,” tegas Supratman.
Supratman juga menjelaskan perbedaan antara denda damai dan pengampunan presiden seperti amnesti, grasi, atau abolisi. Menurutnya, pengampunan presiden memiliki aturan dan mekanisme yang ketat, sama halnya dengan denda damai yang hanya dapat digunakan untuk kasus tertentu.
Pernyataan Menkumham ini juga mendapat klarifikasi dari pihak Kejaksaan Agung. Juru bicara Kejaksaan Agung menegaskan bahwa denda damai hanya berlaku untuk tindak pidana ekonomi yang menyebabkan kerugian pada perekonomian negara, bukan untuk kasus korupsi.