“Hal ini merugikan hak konstitusional rakyat untuk mendapatkan beragam pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” jelas Saldi.
Selain itu, ketentuan ini kerap memunculkan hanya dua pasangan calon dalam pemilihan, bahkan tidak jarang mengarah pada munculnya calon tunggal.
MK juga mencatat tren dalam pemilihan kepala daerah yang semakin banyak didominasi calon tunggal atau opsi kotak kosong, yang berpotensi menciptakan keterbelahan masyarakat. Pemilu yang hanya menghadirkan dua pasangan calon dinilai dapat memicu polarisasi yang mengancam persatuan dan kebinekaan Indonesia.
Dengan demikian, MK berpendapat bahwa penghapusan ambang batas pencalonan presiden adalah langkah untuk menjamin pelaksanaan pemilu langsung yang lebih demokratis dan inklusif.
“Jika pemilu tidak memberikan ruang bagi banyak pasangan calon, esensi Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan kehilangan makna atau bergeser dari tujuan utamanya, yaitu memperkuat kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi publik sesuai perkembangan demokrasi,” pungkas Saldi Isra.