Oleh : Maman Supriatman
HASANAH.ID, Paradoks dalam konteks ini adalah keadaan kontradiktif, di mana umat Islam seharusnya meningkatkan kesadaran terhadap tanda-tanda akhir zaman yang semakin tampak, namun justru terlihat semakin tidak peduli. Padahal, dalam ajaran Islam, akhir zaman menandakan fase-fase penting sebelum Hari Kiamat yang penuh dengan ujian dan fitnah.
Pentingnya memahami fenomena ini tidak hanya demi keselamatan pribadi, tetapi juga untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian global.
Sejumlah Ayat Al-Qur’an dan Hadis menekankan pentingnya memperhatikan tanda-tanda tersebut, seperti dalam Surah Muhammad (47:18) yang mengingatkan tentang tanda-tanda yang akan mendahului Hari Akhir.
Namun, mengapa fenomena abai terhadap tanda-tanda ini tampaknya semakin meningkat?
*Benarkah Umat Islam Semakin Tidak Peduli pada Fenomena Akhir Zaman?*
Abainya sebagian umat Islam terhadap fenomena akhir zaman terlihat dari minimnya perhatian mereka terhadap fitnah dan tanda-tanda yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an maupun Hadis.
Misalnya, tanda-tanda seperti kemerosotan akhlak, atau bahkan perubahan-perubahan besar dalam hubungan internasional yang berdampak langsung pada umat Islam sering kali dipandang remeh.
Banyak ulama mengamati bahwa kebanyakan Muslim terjebak dalam dunia materialisme dan kapitalisme modern, yang melalaikan mereka dari perhatian terhadap kondisi dan bahaya spiritual di akhir zaman.
Banyak Ulama dan pemuka Islam, terutama para peminat kajian akhir zaman, baik ilmiah maupun populer, memandang, salah satu faktor utama yang membuat umat abai terhadap akhir zaman adalah pengaruh Dajjal, bukan hanya sebagai entitas fisik, tetapi juga sebagai sistem yang menguasai dan mengendalikan kehidupan modern.
Dajjal menciptakan fitnah berupa gaya hidup yang memfokuskan pada materialisme, kemewahan, dan pemujaan diri, yang pada akhirnya melalaikan umat dari pemahaman yang benar tentang eskatologi dalam Islam.
Dalam Hadis Shahih Muslim (Hadis 5161), disebutkan bahwa akan ada serangkaian perang dan fitnah besar sebelum kemunculan Imam Mahdi dan Nabi Isa yang harus diwaspadai umat. Namun, justru sebagian besar umat Islam masih belum memahami tanda-tanda ini sebagai ancaman nyata, karena telah terbuai dengan narasi dunia yang disebarkan oleh sistem yang dikuasai Dajjal.
*Berbagai Bentuk Fitnah Dajjal di Akhir Zaman*
Fitnah Dajjal tidak hanya hadir dalam bentuk figur yang menyesatkan, tetapi juga dalam beragam manifestasi yang mempengaruhi semua aspek kehidupan. Bentuk fitnah Dajjal di akhir zaman mencakup: materialisme dan sekularisme terutama dalam sistem politik budaya, dan pendidikan, sistem ekonomi ribawi, serta pengaruh dominasi teknologi komunikasi dan informasi.
Pengaruh Dajjal dalam bentuk sistem dan ideologi melemahkan daya tahan umat terhadap fitnah akhir zaman. Ketidakpedulian ini membuat umat lebih mudah terjebak dalam kebingungan, menjadikan mereka terasing dari agama, dan akhirnya lemah dalam menghadapi berbagai krisis akhir zaman.
Imbas dari keadaan ini adalah berkurangnya persiapan mental dan spiritual, yang membuat umat rentan terhadap berbagai ujian besar yang akan datang. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Kelak akan terjadi fitnah yang besar, orang yang beriman akan bingung, siapa yang dapat dipercaya.” (HR. Muslim).
*Dajjal Bermata Satu sebagai Fitnah Terbesar bagi Umat Manusia*
Hadits yang menyebutkan Dajjal bermata satu terdapat dalam beberapa riwayat. Salah satu matan yang terkenal adalah:
“Dajjal itu buta sebelah matanya, matanya yang sebelah kanan seperti anggur yang menggembung.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain yang juga diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, disebutkan:
“Sesungguhnya Al-Masih Ad-Dajjal itu buta sebelah matanya, tertulis di antara kedua matanya (dahi) ‘كَافِرٌ’ (kafir).”
HR. Muslim, 5217).
Dalam konteks fitnah akhir zaman, makna simbolis “bermata satu” dipahami oleh sebagian ulama dan pemikir kontemporer sebagai ketidakseimbangan dalam cara pandang dan nilai-nilai kehidupan yang dibawa Dajjal.
Dajjal, dengan satu mata, melambangkan perspektif yang materialistik dan mengabaikan sisi spiritual. Hal ini menggambarkan bagaimana fitnah terbesar dari Dajjal adalah mengajak manusia untuk hanya melihat dunia dari satu sisi, yaitu sisi duniawi dan material saja.
“Melihat dunia dengan satu nata” sebagai fitnah terbesar Dajjal, bisa dijelaskan lebih detil dalam beberapa perspektif berikut:
1. Materialisme vs. Spiritualitas
“Melihat dunia dengan satu mata” adalah fitnah terbesar Dajjal karena mendorong umat manusia untuk terfokus pada aspek materialistik saja, tanpa mempertimbangkan keseimbangan spiritual atau nilai-nilai akhirat.
Dalam budaya yang materialistik, manusia cenderung mengukur keberhasilan dari kekayaan, kekuasaan, dan prestasi duniawi. Pandangan sempit ini bisa menutupi visi manusia terhadap tujuan hidup yang lebih besar, yaitu kehidupan setelah mati dan tanggung jawab moral-spiritual.
2. Manipulasi Persepsi dan Kendali Sosial
Dajjal dengan satu mata melambangkan kendali penuh atas dunia melalui perspektif tunggal yang manipulatif. Misalnya, kemajuan teknologi dan media massa yang bisa digunakan untuk mengendalikan informasi, membentuk persepsi, dan bahkan mengendalikan opini publik.
Dalam hal ini, “satu mata” adalah metafora untuk kekuatan yang mampu mengarahkan pandangan umat manusia hanya kepada hal-hal yang dirancang dan dikendalikan oleh elit tertentu, sehingga manusia kehilangan kemampuan melihat kebenaran sejati, bahkan kehilangan jati dirinya sebagai manusia, karena sudah diprogram secara eksternal, persis seperti Dajjal sendiri yang sudah diprogram secara eksternal untuk berfungsi sebagai fitnah terbesar bagi umat manusia.
3. Kehilangan Dimensi Akhirat
Dajjal sebagai simbol pemikiran yang sepenuhnya terfokus pada dunia fisik, sementara aspek akhirat atau kehidupan setelah mati dikesampingkan. Pandangan ini adalah fitnah terbesar karena menciptakan kecenderungan di mana manusia tidak lagi memikirkan tanggung jawab akhirat dan malah mengejar hal-hal duniawi secara berlebihan, tanpa kendali, dan tanpa batas. Akibatnya, hilanglah nilai-nilai spiritual yang seharusnya membimbing kehidupan manusia.
4. Dekonstruksi Nilai-Nilai Moral dan Agama
Dalam banyak tafsiran, “bermata satu” adalah tanda dari nilai-nilai agama dan moral yang dikikis oleh ideologi sekularisme dan relativisme, yang mengaburkan standar benar-salah.
Seiring dengan itu, pemahaman manusia terhadap agama menjadi kabur, dan akhirnya banyak orang mengikuti apa yang dianggap populer atau modern, meski bertentangan dengan nilai-nilai Agama.
Secara keseluruhan, “melihat dunia dengan satu mata” dalam konteks fitnah Dajjal adalah bagaimana manusia dibuat untuk melihat kehidupan ini hanya dari sisi materialistik, tanpa adanya keseimbangan spiritual.
Interpretasi ini mengingatkan bahwa keseimbangan dalam memandang dunia dan akhirat adalah kunci untuk menghadapi fitnah Dajjal, yaitu dengan tidak terperdaya oleh ilusi duniawi yang sementara, dan menjaga komitmen spiritual yang kuat agar tidak terjebak dalam pengaruh Dajjal yang menyesatkan.
*Solusi _Majma’ al-Bahrain_*
Perintis Eskatologi Islam, Syekh Imran, mengartikan _”majma’ al-bahrain”_ (pertemuan dua lautan) dalam Surah Al-Kahfi sebagai simbol pertemuan dua lautan ilmu, yakni ilmu dzahir (eksternal) dan ilmu batin (internal).
Dalam kisah ini, Nabi Khidr mewakili ilmu batin, yang lebih dalam dan melampaui pemahaman rasional yang dimiliki Nabi Musa, yang diwakili oleh ilmu dzahir.
Pertemuan mereka mengajarkan bahwa pemahaman hakikat memerlukan pandangan yang melampaui batas-batas dunia empirik dan logika manusia.
Konsep ini dijelaskan lebih lanjut dalam Hadits yang menyatakan keutamaan membaca Surah Al-Kahfi di hari Jum’at sebagai pelindung dari fitnah Dajjal. Dajjal yang “bermata satu” melambangkan dominasi ilmu materialis yang terbatas pada pandangan duniawi dan menolak kedalaman spiritual.
(HR. Muslim, 809; Al-Hakim, 3392; Ahmad, 25541).
Bacaan Surah Al-Kahfi, yang di dalamnya terdapat kisah pembelajaran Nabi Khidr kepada Nabi Musa, mendorong kita untuk mengembangkan penglihatan mata batin _(bashirah)_ yang mampu menyingkap fitnah Dajjal, yakni ilusi yang mempengaruhi cara pandang manusia terhadap dunia, sebagai fitnah dajjal terbesar di akhir zaman.
Dengan demikian, Surah Al-Kahfi menjadi perisai karena mengajarkan pentingnya keseimbangan antara ilmu dzahir (eksternal) dan ilmu batin (internal) untuk menghadapi ujian akhir zaman yang tidak bisa ditangani hanya dengan logika atau pemahaman duniawi saja.
*Kesimpulan dan Implikasi*
Paradoks akhir zaman adalah suatu keadaan dimana umat semakin mendekati akhir zaman, namun pada saat yang sama, kesadaran dan kesiapan umat justru semakin berkurang.
Abainya umat Islam terhadap fenomena dan tanda-tanda ini dapat menjadi penghalang dalam menghadapi fitnah besar. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk mendalami Eskatologi Islam dan memahami skenario besar akhir zaman agar mampu bertahan menghadapi fitnah yang semakin kuat.
Panduan dari Al-Qur’an, Hadis, serta kajian para ulama perlu dijadikan bekal untuk memperkuat iman dan mempersiapkan diri menghadapi hari-hari yang penuh ujian di akhir zaman.
Dengan demikian, memahami akhir zaman bukan sekadar mengetahui apa yang akan terjadi, tetapi juga memahami kondisi spiritual dan mental yang diperlukan agar tetap teguh di jalan Allah.
Karena itu, memahami eskatologi dalam Islam, menjadi penting agar umat tidak terjerumus dalam fitnah akhir zaman yang semakin kompleks. Dengan memahami dan mengamalkan tanda-tanda serta peringatan Nabi, umat bisa lebih siap menghadapi fitnah dan menjaga iman.
Pandangan ini mengajak umat untuk menyadari peran geopolitik global dalam skenario akhir zaman, menekankan bahwa memahami konteks dunia saat ini adalah bagian dari persiapan menghadapi akhir zaman.
Artikel ini juga sekaligus menjelaskan bagaimana pendekatan tekstual-kontekstual yang digunakan Eskatologi Islam diterapkan untuk memahami fenomena fitnah Dajjal di akhir zaman. (**)
والله اعلم
Penulis adalah : Akademisi, penulis buku “KOSMOLOGI ISLAM, Menyingkap Rahasia Penciptaan”
MS 11/11/24