Ditulis oleh : Maman Supriatman
HASANAH.ID, Senin (25/11/2024) – Artikel berjudul “Jadilah Pemilih Yang Cerdas” ini merupakan karya tulis Maman Supriatman, Akademisi, penulis buku “KOSMOLOGI ISLAM, Menyingkap Rahasia Penciptaan”
Pilkada serentak pada 27 November 2024 merupakan momen penting bagi masyarakat Indonesia untuk menentukan masa depan daerahnya. Sebagai pemilih, kita memiliki tanggung jawab besar untuk memilih pemimpin yang mampu membawa perubahan positif.
Dalam artikel ini, kami menawarkan panduan praktis untuk membantu Anda menjadi pemilih yang cerdas dengan menggunakan 9 indikator ideal untuk mengevaluasi calon Kepala Daerah.
*Kriteria Ideal Kepala Daerah*
1. Integritas
Kemampuan menjaga kejujuran dan menjalankan amanah. Pemimpin dengan integritas tinggi tidak akan terlibat dalam korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan.
2. Kompetensi
Penguasaan dalam memimpin dan menjalankan roda pemerintahan. Calon harus memiliki pengalaman dan kemampuan manajerial yang mumpuni.
3. Visi dan Misi yang Jelas
Rencana konkret dan terarah untuk memajukan daerah, sesuai kebutuhan masyarakat setempat.
4. Kemampuan Komunikasi
Keterampilan menyampaikan ide, mendengar aspirasi, dan membangun hubungan dengan berbagai pihak.
5. Kedekatan dengan Masyarakat
Sejauh mana calon memahami kebutuhan, aspirasi, dan nilai-nilai masyarakat yang akan dipimpinnya.
6. Inovasi dan Kreativitas
Kemampuan menciptakan solusi baru untuk mengatasi masalah daerah, seperti pengangguran, pendidikan, dan kesehatan.
7. Komitmen terhadap Pembangunan Berkelanjutan
Fokus pada kebijakan yang mendukung lingkungan, ekonomi, dan kesejahteraan sosial secara berkesinambungan.
8. Rekam Jejak
Catatan masa lalu calon dalam menjalankan tugas, baik di bidang politik, sosial, maupun profesional.
9. Konsistensi dan Ketegasan
Kemampuan bersikap tegas dalam menghadapi tekanan tanpa mengorbankan prinsip dan nilai yang dipegangnya.
Sebagai langkah evaluasi, berikan skor 1-10 untuk masing-masing indikator pada setiap pasangan calon. Pasangan calon dengan skor tertinggi itulah pilihan anda.
*Kesimpulan*
Berdasarkan kriteria di atas, kita dapat menganalisis kekuatan dan kelemahan masing-masing pasangan calon. Hasil ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan yang rasional, bukan emosional.
Pilihan Anda bukan hanya menentukan kondisi lima tahun ke depan, tetapi juga memengaruhi masa depan generasi berikutnya.
Jadilah pemilih yang cerdas dengan mempertimbangkan setiap indikator di atas, memahami rekam jejak calon, dan memilih berdasarkan analisis mendalam, bukan janji semata. Masa depan daerah Anda ada di tangan Anda.
*Refleksi dan Rekomendasi*
Salah satu kelemahan mendasar dalam sistem pemilihan langsung seperti Pemilu dan Pilkada di Indonesia adalah kerentanannya terhadap praktik politik uang dan manipulasi suara. Akibatnya, pertimbangan rasional berdasarkan kriteria kepemimpinan ideal kian sulit diterapkan.
Sistem ini secara langsung menempatkan masyarakat dalam posisi yang rentan terhadap pengaruh material, mengikis esensi demokrasi yang berlandaskan pilihan sadar dan bertanggung jawab.
Menilai kualitas calon pemimpin di setiap tingkat kontestasi politik juga bukan perkara sederhana. Bukan hanya masyarakat umum, bahkan kaum terpelajar sekalipun seringkali kesulitan mendapatkan informasi yang cukup untuk mengevaluasi kapasitas calon secara menyeluruh.
Akibatnya, pengambilan keputusan yang keliru menjadi sangat mungkin terjadi, mencerminkan keterbatasan sistem pemilihan langsung dalam menghadirkan pemimpin terbaik.
Di Indonesia, segmen pemilih rasional yang mampu menilai calon secara cermat diperkirakan tidak lebih dari 10%. Ini menunjukkan bahwa mayoritas proses pemilihan didominasi oleh sentimen dan pengaruh pragmatis, bukan analisis mendalam terhadap kualitas calon.
Realitas ini menggugah pertanyaan mendasar: apakah sistem pemilihan langsung masih efektif untuk menghasilkan kepemimpinan berkualitas?
Sudah saatnya bangsa ini mengevaluasi secara mendalam efektivitas dan kelemahan sistem pemilihan langsung. Pendekatan demokrasi yang dirumuskan secara cemerlang oleh para founding fathers dalam Pancasila—yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”—layak dipertimbangkan kembali.
Sistem ini menawarkan mekanisme yang lebih solid dalam memastikan proses seleksi pemimpin dilakukan dengan mempertimbangkan kebijaksanaan kolektif, bukan hanya suara mayoritas tanpa dasar rasional yang kuat.
Sistem pemilihan langsung, dengan segala cacat bawaannya, terbukti sulit menghadirkan pemimpin yang memenuhi standar kepemimpinan ideal. Sebaliknya, pendekatan permusyawaratan yang mengedepankan hikmat kebijaksanaan berpotensi lebih mampu menjawab kebutuhan bangsa untuk mendapatkan kepemimpinan yang berintegritas dan berkualitas.
Sudah saatnya kita mengevaluasi dan mengambil langkah nyata menuju demokrasi yang benar-benar mencerminkan keadilan dan kebijaksanaan. (**)
والله اعلم
MS 26/11/24