Hasanah.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komnas Perempuan terpaksa melakukan efisiensi anggaran sebagai bagian dari kebijakan penghematan yang diinstruksikan pemerintah. Namun, pemotongan ini berisiko melemahkan upaya penegakan HAM di Indonesia.
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengungkapkan bahwa anggaran lembaganya mengalami pemangkasan sebesar Rp41 miliar dalam Rapat Kerja dengan Komisi XIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/2/2025).
“Pada tahun 2024, Komnas HAM menerima anggaran sebesar Rp112,8 miliar. Namun, setelah dilakukan efisiensi belanja, anggaran yang tersisa untuk 2025 hanya Rp71,6 miliar,” ujar Atnike.
Dana yang tersisa ini akan digunakan untuk belanja pegawai, barang, dan modal, dengan catatan bahwa belanja pegawai tidak terdampak pemangkasan. Namun, anggaran operasional mengalami penurunan yang cukup besar.
“Dari realisasi anggaran operasional tahun 2024 sebesar Rp20,2 miliar, kami harus memangkas sekitar Rp3,7 miliar sehingga yang tersisa hanya Rp16,5 miliar untuk 2025,” jelasnya.
Lebih jauh, alokasi anggaran untuk kebutuhan manajemen juga mengalami penurunan drastis, dari Rp14,1 miliar pada 2024 menjadi hanya Rp4,8 miliar di tahun ini.
“Kami akan mengoptimalkan efisiensi dengan mengurangi perjalanan dinas dan memaksimalkan penggunaan media digital,” tambahnya.
Namun, yang paling mengkhawatirkan adalah pemotongan anggaran untuk tugas penegakan HAM. Dari Rp11,7 miliar yang dialokasikan pada 2024, kini hanya tersisa Rp1,2 miliar pada 2025—pemangkasan lebih dari 90 persen.
“Dana ini mencakup penanganan pengaduan, pemantauan, dan mediasi dugaan pelanggaran HAM. Dengan anggaran sebesar ini, tugas utama kami akan sangat terhambat, sementara kami juga tidak bisa menggunakan dana non-APBN demi menjaga independensi,” tegas Atnike.
Situasi serupa dialami Komnas Perempuan yang mengalami pemangkasan anggaran hingga Rp18,3 miliar. Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mengungkapkan bahwa dampaknya sangat signifikan terhadap kapasitas lembaganya.
“Dengan pemotongan ini, daya tanggap kami akan berkurang sekitar 75 persen. Beberapa program utama, seperti pilot project PN dan SPPTKTP, tidak bisa dilaksanakan. Selain itu, kami juga tidak dapat menyediakan akomodasi yang layak bagi organisasi inklusif atau menjalankan tugas sesuai UU KIA,” jelas Andy.
Oleh karena itu, ia meminta dukungan dari Komisi XIII DPR agar pemangkasan ini ditinjau kembali. “Kami berharap efisiensi anggaran Komnas Perempuan bisa dikurangi dari Rp18 miliar menjadi Rp12 miliar agar tetap bisa menjalankan tugas dengan optimal,” pungkasnya.