Dalam lima tahun terakhir, efektivitas penyaluran bansos masih menghadapi berbagai kendala signifikan. Dari total anggaran sebesar Rp 500 triliun, hanya sekitar setengahnya yang benar-benar diterima oleh masyarakat yang berhak. Luhut menyoroti adanya data ganda, penerima yang tidak memenuhi syarat, hingga mereka yang tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai hambatan utama dalam penyaluran bansos.
Untuk mengatasi persoalan ini, pemerintah juga akan menyelaraskan data penerima bansos dengan berbagai program perlindungan sosial lainnya, seperti bantuan sembako, subsidi listrik, dan LPG. Digitalisasi ini merupakan bagian dari inisiatif Government Technology (GovTech), yang ditargetkan rampung pada Agustus mendatang.
“Dengan sistem baru ini, kami berharap kebocoran anggaran dapat ditekan dan bansos tersalurkan secara lebih transparan serta akurat,” kata Luhut.
Lebih lanjut, Luhut optimistis bahwa reformasi sistem bansos ini akan membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat serta stabilitas ekonomi nasional.