Indonesia telah memulai langkah regulasi dengan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, yang melarang promosi rokok elektronik melalui diskon, hadiah, atau media sosial. Namun, peraturan ini belum mencakup pengawasan terhadap keterlibatan akademisi dan lembaga riset yang digunakan untuk memperkuat narasi industri.
“Industri rokok menggunakan berbagai cara untuk menghindari regulasi, salah satunya dengan menjalin hubungan strategis dengan akademisi dan peneliti. Kolaborasi ini tidak hanya memperkuat citra mereka, tetapi juga memberikan legitimasi palsu pada produk yang harus diawasi lebih ketat,” jelas Bigwanto.
Narasi “lebih aman” yang dipromosikan industri rokok elektronik berdampak serius. Penelitian menunjukkan bahwa pengguna rokok elektronik mengalami kerusakan paru-paru yang serupa dengan perokok konvensional, dengan kadar nikotin dalam darah yang setara dengan konsumsi lima batang rokok per hari, menunjukkan tingkat kecanduan yang tetap tinggi.