Frega menekankan bahwa operasi ini tidak dimaksudkan untuk menekan kritik publik.
“Kami tetap menghormati kebebasan berekspresi dalam demokrasi. Kritik harus tetap ada dan berkembang. Yang menjadi sasaran operasi ini adalah penyebar hoaks dan pihak yang sengaja memutarbalikkan fakta untuk kepentingan tertentu.”
Selain menangkal disinformasi, militer juga akan menghadapi ancaman terhadap sistem pertahanan nasional di ruang siber. Bentuk ancaman ini mencakup peretasan, sabotase digital, hingga pencurian data strategis yang dapat mengganggu stabilitas negara. Infrastruktur kritis nasional, seperti jaringan listrik, telekomunikasi, dan transportasi, juga menjadi fokus perlindungan dalam operasi ini.
Tidak hanya ancaman domestik, TNI juga akan berhadapan dengan aktor-aktor internasional yang berusaha melemahkan keamanan digital Indonesia.
“Serangan siber bisa datang dari negara lain maupun kelompok non-negara dalam bentuk spionase atau cyber warfare,” kata Frega.