HASANAH.ID, KOTA BANDUNG – Penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang di kawasan Puncak Bogor kembali menjadi titik perhatian usai Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono, menyoroti masih berdirinya sejumlah bangunan milik swasta yang dinilai melanggar aturan. Ia menantang Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk menindak tegas tanpa pandang bulu, sebagaimana yang dilakukan terhadap bangunan milik BUMD.
Ono menilai penertiban tidak boleh tebang pilih, terlebih kawasan Puncak merupakan wilayah konservasi yang seharusnya steril dari bangunan komersial tanpa izin. Ia mendesak agar pemerintah memberikan efek jera bagi para pelaku pelanggaran, termasuk membongkar bangunan swasta yang tidak sesuai peruntukan.
Desakan tersebut muncul setelah pembongkaran taman wisata Hibisc Fantasy Puncak beberapa pekan lalu. Bangunan milik BUMD Jawa Barat itu dibongkar atas inisiasi langsung dari Gubernur Dedi Mulyadi, yang mendapat apresiasi publik karena berani menindak pelanggaran meskipun melibatkan badan usaha milik daerah.
Dalam inspeksi yang dilakukan bersama KLH, ditemukan sebelas bangunan yang dinyatakan melanggar tata ruang. Satu di antaranya sudah dibongkar, namun sepuluh lainnya masih berdiri. Ono menilai, pembongkaran harus dilakukan segera agar menjadi shock therapy bagi pelaku usaha lain yang hendak memanfaatkan kawasan hijau secara ilegal.
Menyikapi tantangan tersebut, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa kewenangan penertiban berada di tangan KLH. Ia menyampaikan bahwa kementerian telah memberikan tenggat waktu satu bulan bagi pemilik bangunan untuk membongkar sendiri bangunan tersebut.
“Itu kan sudah rilis dari Kementerian KLH ya… mereka diminta untuk membongkar,” ujar Dedi di Gedung DPRD Jawa Barat, Jumat (21/3/2025).
Lebih lanjut, Dedi menyatakan kesiapan membantu KLH apabila diperlukan dalam proses pembongkaran bangunan pelanggar aturan di kawasan Puncak.
“Siap (untuk membantu KLH membongkar bangunan pelanggar aturan),” tegasnya.
Sementara itu, Ono Surono juga mengungkap bahwa pelanggaran serupa tidak hanya terjadi di kawasan Puncak. Ia menyebut ada beberapa vila, perumahan, dan restoran yang berdiri di atas lahan milik PTPN maupun Taman Nasional Gede Pangrango. Menurutnya, pembangunan seperti ini patut didalami lebih jauh karena mengindikasikan potensi pelanggaran prosedural perizinan.
“Tidak hanya PTPN atau Perhutani yang kemungkinan terlibat, namun juga dinas-dinas di tingkat provinsi Jawa Barat maupun kabupaten yang berkaitan dengan proses perizinan. Ia meyakini, pihak-pihak tersebut bisa saja memiliki keterlibatan,” tandas Ono.