Anggota DPRD Jabar Weni Dwi Aprianti Sebut Kesenian Kuda Kosong Cianjur Miliki Makna Dan Nilai Keteladanan yang Tinggi

Sebagai pemimpin tertinggi di daerah tersebut, Raden Kanjeng Aria Wiratanudatar (Dalem Cianjur) mengutus adiknya bernama Aria Natadimanggala untuk menyerahkan persembahan berupa 3 butir padi, 3 butir pedes (lada) dan 3 buah cabe rawit.
Upeti yang terbilang sedikit itu justru dimaklumi oleh Raja Mataram, bahkan saat hendak kembali ke Cianjur Aria Natadimanggala diberikan tiga buah tanda balasan yaitu berupa seekor kuda, sebilah keris dan pohon saparantu (kemenyan).
Merasa mendapat amanah dengan segala kerendahan hatinya, Aria Natadimanggala berupaya menjaga hadiah tersebut hingga enggan untuk menaikinya karena merasa hadiah tersebut untuk sang kakak yang begitu ia hormati.
Sesampainya di Cianjur, kuda tersebut diarak mengelilingi kota Cianjur dan menjadi kebanggaan bagi masyarakat di sana.

Penamaan istilah Kuda Kosong sendiri berawal pada saat Aria Natadimanggala membawa dari Mataram ke Cianjur dengan tidak ditunggangi maka kuda tersebut akhirnya disebut sebagai Kuda Kosong.
“Inilah, sisi kerendahan hati yang ditandai oleh Raja Mataram yang merasa memahami keadaan Cianjur yang baru dibangun hingga dengan senang hati menerima upeti yang sedikit, dan membalasnya dengan bantuan kuda, keris dan pohon saparantu yang lebih besar, serta kerendahan hati seorang adik yang menjaga amanah dari sang kakak yang mengutusnya,” papar Weni, legislator PDI Perjuangan kelahiran Cianjur ini.