Robertus dianggap melanggar hukum pidana dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang masing-masing hukumannya adalah 18 bulan dan enam tahun penjara.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) Indonesia secara luas mengecam penangkapan Robertus kala itu.
“Ini jelas merupakan pelanggaran terhadap hak atas kebebasan berekspresi, jelas menciptakan iklim ketakutan dalam demokrasi kita,” kata Maidina Rahmawati, seorang peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform yang bermarkas di Jakarta, kepada ABC.
“Dua tuduhan ini tidak dapat dibuktikan dalam kasus (Robertus) Robet,” lanjut dia.
Direktur eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut kasus itu sebagai upaya terang-terangan dan menggelikan untuk mengintimidasi dan membungkam kritik damai.
“Dia adalah seorang akademisi yang tidak lebih dari menyuarakan pandangannya atas rencana untuk menempatkan perwira senior militer di posisi kekuasaan dalam pemerintah,” katanya dalam sebuah pernyataan.