Sementara itu, kelompok advokasi yang berpusat di Amerika Serikat (AS), Scholars at Risk, juga mengaku prihatin bahwa penangkapan Robertus saat itu. “Itu sebagai pembalasan atas aksi damai hak kebebasan berekspresi,” kata kelompok tersebut.
Presiden Indonesia Joko Widodo kerap dituduh kubu oposisi telah memobilisasi lembaga penegak hukum untuk menekan kritik.
“Banyak orang di kedua pihak dari (kontestan) pemilihan presiden telah dilaporkan ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik, kebencian, hasutan,” kata Thomas Power, seorang peneliti politik Indonesia dari Australian National University (ANU).
“Namun, kasus-kasus terhadap tokoh oposisi telah lebih giat diupayakan oleh lembaga penegak hukum,” kritik Thomas.
Robertus khawatir Indonesia akan menjadi seperti Thailand dan Filipina di mana para aktivis HAM dianiaya oleh rezim. Namun, dia tetap optimistis dengan akhir dari kasusnya yang menyatakan bahwa masih ada kebebasan sipil dan Indonesia masih demokratis.