Keputusan baru Kemdiktisaintek menyebut bahwa regulasi dari kementerian sebelumnya tidak bisa menjadi rujukan karena perubahan nomenklatur. Alhasil, tunjangan kinerja yang diatur untuk berbagai jabatan dosen seperti asisten ahli hingga profesor, yang nilainya mulai dari Rp5 juta hingga Rp19 juta per bulan, harus ditunda tanpa kejelasan waktu.
Anggun juga menyoroti dampak besar dari absennya tunjangan tersebut terhadap kesejahteraan para dosen ASN. Dengan gaji pokok hanya berkisar Rp2 juta hingga Rp4 juta per bulan, banyak dosen terpaksa mencari penghasilan tambahan.
“Beberapa teman kami di daerah bahkan harus menjadi ojek daring atau berjualan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak sedikit yang terjerat pinjaman daring,” ungkapnya.
Anggun, yang juga seorang dosen ASN PPPK di Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta, mengaku harus mengajar di universitas lain seperti Universitas Indonesia dan Universitas Terbuka untuk mencukupi kebutuhannya. Ia menyayangkan ketidakadilan ini, terutama ketika pegawai administratif di kampus justru sudah mendapatkan tunjangan kinerja begitu SK ASN mereka keluar.