Ekonomi

Setelah E-Commerce, Pemerintah Bidik Pajak dari Aktivitas Media Sosial dan Data Digital

Hasanah.id – Pemerintah kembali membuka wacana perluasan basis pajak. Kali ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkap rencana untuk menggali potensi penerimaan negara dari media sosial dan data digital.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyatakan, pendekatan ini akan menggunakan data analitik untuk mengevaluasi potensi perpajakan yang belum tergarap. Wacana ini mencuat dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (14/7).

“Dari sisi administrasi, kami akan mulai menggali potensi pajak melalui media sosial dan data analitik,” kata Anggito.

Meski belum diuraikan secara rinci, inisiatif ini disebut akan berperan dalam strategi penerimaan negara pada 2026. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp1,99 triliun untuk mendukung pelaksanaannya. Pada tahun yang sama, Kemenkeu juga mengusulkan pagu anggaran sebesar Rp52,017 triliun.

Langkah ini menyusul kebijakan pemajakan terhadap pelaku usaha daring (online), yang sudah lebih dahulu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025. Regulasi tersebut menunjuk penyelenggara sistem perdagangan elektronik (PMSE) sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) bagi pedagang dalam negeri.

Mulai berlaku sejak 14 Juli 2025, kebijakan ini mewajibkan pedagang online membayar PPh sebesar 0,5 persen dari peredaran bruto, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pemerintah menargetkan rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 11,71–12,22 persen pada tahun mendatang. Sementara rasio perpajakan dipatok pada kisaran 10,08–10,45 persen, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) antara 1,63–1,76 persen.

Back to top button