“Sebagai ilustrasi, dengan penghasilan Rp1,2 juta per bulan, potongan PPN 12% akan mengurangi daya beli hingga hanya tersisa sedikit untuk kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan. Kondisi ini bahkan lebih berat bagi keluarga dengan tanggungan pendidikan tinggi seperti biaya UKT mahasiswa, yang tidak disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mayoritas rakyat,” ujarnya.
Selain itu, ketimpangan pengenaan pajak menjadi isu utama. Ia menilai bahwa pengusaha besar, terutama di sektor pertambangan, sering kali mendapatkan pengampunan pajak, meskipun mereka menghasilkan keuntungan besar. Sementara itu, rakyat kecil harus menanggung beban pajak yang lebih tinggi.
“Padahal, hasil dari sektor pertambangan yang mengeruk sumber daya alam secara masif semestinya menjadi salah satu sumber utama pemasukan negara. Sayangnya, kebijakan yang anti-rakyat justru memperparah beban masyarakat kecil tanpa mengoptimalkan potensi pajak dari perusahaan besar,” tandasnya. (Noviana)